Pembelaan Soviet atas Irian Barat

Rezal Prihatin
3 min readApr 16, 2024

--

Irian Barat, Wilajah jg Tak Terpisahkan dari Indonesia tulisan Gavriil Kesselbrenner

Dalam remang gudang rumah Pakde, saya menemukan rak yang masih berisi beberapa buku yang tentu saja berdebu. Setelah memilah, saya putuskan untuk mengambil 2. Salah satunya adalah Irian Barat-Wilajah jg tak terpisahkan dari Indonesia, tulisan seorang berkebangsaan Soviet bernama Gavriil Kesselbrenner. Seperti layaknya banyak buku lawas yang saya temui, perhatian awal saya langsung tertuju pada tahun terbitnya buku itu. 1961 untuk edisi Indonesia dan 1960 untuk edisi Moskow.

Berbulan berselang buku itu masih tidak tersentuh, hanya berdiri mematung di rak buku kamar bersama buku-buku lain yang menunggu giliran untuk dibaca. Keinginan membaca baru muncul setelah saya menemukan buku yang sama persis -hanya berbeda kondisi saja- di sebuah bazar buku di Bantul. Judul yang secara gratis saya dapatkan dari rumah Pakde itu dibandrol 350 ribu di bazar buku tersebut. Dalam benak saya,

“Mungkinkah ini buku yang penting atau setidaknya dicari oleh banyak kolektor, sehingga harganya cukup tinggi, untuk sebuah buku bekas yang tipis dari penulis yang tidak cukup terkenal?”

Perjalanan itulah yang akhirnya mengantarkan saya untuk membaca buku ejaan lama ini pada periode Januari-Februari 2024.

Paragraf pertama dalam buku ini menarik untuk dikutip,

… Tinggi diatas sela gunung dan sungai jang deras nampak djembatan gantung dari kaju. Lima puluh orang jang dipaksa berdiri ditengah djembatan jang gujah ini, atas perintah melompat keatas dan se-akan² dengan suatu irama tertentu meng-gontjang²kannja dengan risiko setiap saat menemui adjalnja. Jang dilakukan ialah perjtobaan jang luar biasa untuk mengetahui kekuatan djembatan itu.

Ini bukan fantasi. Kedjadian demikian sungguh pernah terdjadi di Irian Barat. Apakah gunanja pertjobaan² jang biadab itu? Ternjata, para pendjadjah Belanda perlu menjeberangkan sebuah buldozer melalui sungai Sermowai. Karena chawatir, bahwa dibawah beratnja buldozer itu djembatan jang tidak dapat dipertjajai itu dapat mendjadi hantjur, mereka memutuskan untuk lebih dulu mentjoba kekuatan djembatan itu dengan menggunakan orang² Irian Barat. (hal. 9)

Digambarkan oleh penulis, bagaimana manusia diperlakukan secara tidak manusiawi di Irian Barat oleh para penjajah Belanda. Sebelum menyeberangkan buldozer dan alat berat lain, terlebih dahulu jembatan diuji coba dengan masyarakat lokal. Ini adalah satu contoh dari sekian banyak tindakan penjajah yang tidak manusiawi terhadap masyarakat lokal Irian Barat.

Tarik ulur Irian Barat oleh penjajah Belanda memiliki model yang unik. Ketika awal Belanda berhasil menguasai wilayah Maluku, mereka akan menganggap Irian Barat adalah bagian dari kepulauan Nusantara, sehingga ketika mereka menguasai Maluku, maka otomatis juga memiliki kuasa atas Irian Barat. Namun, ketika Maluku dan Kepualauan Nusantara terlepas dari kekuasaan penjajahan Belanda, mereka akan berujar bahwa Irian Barat bukan bagian dari kepulauan Nusantara. Irian Barat memiliki kultur sosial dan kebudayaan yang berbeda dari bagian kepualauan Nusantara lain. Sehingga saat Maluku dan Kepualauan Nusantara lain sudah terlepas dari cengkraman mereka, Irian Barat masih mereka kuasai.

Penulis yang berkebangsaan Soviet ini juga cukup menarik perhatian saya. Terlebih buku ini diterbitkan ketika hubungan Soviet dengan Bung Karno sedang cukup baik, ditandai dengan kunjungan Bung Karno ke Soviet pada 1956 setelah menghadiri Kongres Partai Komunis Soviet yang ke 20. Hal itu membuat saya berasumsi, bahwa buku ini adalah upaya menggalang dukungan untuk mempererat hubungan Soviet — Indonesia. Salah satunya dalam topik yang cukup hangat, yaitu Irian Barat. Namun asumsi ini patah sementara, karena sepanjang buku ini saya tidak menemukan kata komunis, sosialis, soviet atau tiongkok disebut. Kecuali dalam bab penutup.

Asumsi kedua saya adalah, bahwa buku ini berusaha senetral mungkin menunjukkan keberpihakannya kepada kaum terjajah seperti Indonesia. Namun setelah membaca bab penutup pada buku ini, asumsi saya kembali berubah. Buku ini benar-benar berusaha mengatakan bahwa Soviet, RRT (Republik Rakyat Tiongkok) hingga Partai Komunis Nederland terus menguapayakan perdamaian dan mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia. Berbanding terbalik blok barat yang pada kasus kali ini diwakili oleh Belanda yang senantiasa menjajah Indonesia.

Sehingga muncul juga pikiran dalam kepala saya, bahwa salah satu hal yang membuat Bung Karno terus mendekat kepada Soviet di masa itu adalah agar mendapat dukungan lebih serius dalam upaya mempertahankan Irian Barat.

Terakhir, beberapa fakta menarik yang saya temukan dalam buku ini adalah:

  • Jayapura dahulunya bernama Hollandia.
  • Sampai tahun 1959 an, emas belum banyak disinggung sebagai hasil tambang utama di Irian Barat. Minyak tanah lebih banyak disebut.
  • Tembagapura, yang sekarang telah habis digali oleh PT. Freeport Indonesia yang merupakan perusahaan berasal dari Amerika, sama sekali belum disinggung dalam buku ini.

Rezal Prihatin
Sragen, 16 April 2024
Pukul 23.31

--

--

No responses yet