Rezal Prihatin
3 min readMar 3, 2022
Monumen Stasiun Radio AURI PC 2 di Playen. sumber foto: internet

Paska Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada Desember 1948, Bung Karno beserta Bung Hatta dan juga para jajaran Petinggi Republik Indonesia ketika itu ditawan dan diasingkan, menjauh dari ibukota Indonesia kala itu Yogyakarta. Namun Alhamdulillah, sesaat sebelum diasingkan, pesan terkait penawanan para petinggi republik ketika itu berhasil disiarkan hingga tengah rimba pulau Sumatra. Sehingga Sjafruddin Prawiranegara bersama pembesar republik di sumatra berhasil untuk sementara memegang kendali pemerintahan pusat dengan mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) untuk menyatakan kepada dunia bahwa Indonesia masih ada

Perlawanan lain juga digaungkan Sultan Hamengkubuwono IX dengan persetujuan Jendral Soedirman dan masukan dari Letkol Soehart, yang kemudian menghasilkan Serangan Umum 1 Maret 1949. Selama setidaknya 6 jam, Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil menduduki Yogyakarta. Ada hal menarik yang terjadi seputar peristiwa ini.

Agresi Militer II memaksa stasiun radio milik Indonesia harus berpindah-pindah menghindari serangan dari belanda. Boediardjo (kepala jawatan PHB AURI) mendirikan stasiun darurat PHB di Dukuh Banaran, Kecamatan Playen, Gunungkidul setelah mendapat izin dari tokoh setempat Pawirosetomo. Stasiun didirikan di rumah Prawirosetomo dengan bantuan beberapa personil AURI dari Lanud Gading.

Antenanya direntangkan di antara dua batang pohon kelapa, yang tiap malam dikerek naik, dan diturunkan keesokan harinya. Pemancara dan penerimanya diletakkan di dalam dapur petani, dekat kandang sapi. Pembangkit listriknya disembunyikan di luweng bawah tanah dan ditutupi kayu

Stasiun radio yang memiliki tanda panggil PC2 itu pun beroprasi. PC2 memiliki koneksi dengan lebih dari 20 PBH AURI lain yang masih selamat. Baik dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di tengah rimba sumatra, dengan pulau Bangka yang menjadi tempat pengasingan tokoh besar republik, hingga satuan AURI/Indonesian Airways yang berpangkalan di Burma, lewat Aceh.

Untuk menjaga kerahasiaan, PC2 hanya beroprasi di malam hari. Mereka juga mengacak frekuensinya untuk mengecoh mata-mata belanda. Jam siaran juga sering dipindah jika sandi telah diketahui oleh pihak belanda.

Pada 28 Februari 1949 KSAP Kolonel TB Simatupang mendatangi PHB Playen. Memberikan secarik kertas tentang Serangan Umum kepada Boediardjo. Meminta PHB Playen untuk menyiarkannya besok malam setelah terjadinya Serangan Umum yang akan dilancarkan subuh, tanggal 1 Maret 1949.

Ketika pasukan republik telah melakukan Serangan Umum, maka PHB Playen pun melaksanakan tugasnya. Wonosari mengabarkan pada dini hari tanggal 2 Maret 1949 kepada PHB di bukittinggi bahwa pada 1 maret Yogyakarta kembali diduduki oleh TNI. Informasi tersebut langsung diteruskan ke Takangon, Aceh dan selanjutnya diteruskan ke Rangoon, Burma.

Sore harinya, Kusnadi dan kawan-kawan sudah mendengar berita tersebut disiarkan oleh radio di New Delhi. All India Radio menyiarkan berita itu ke seluruh penjuru dunia hingga PBB. Siaran tersebut telah membuka kedok belanda yang menyatakan bahwa TNI ada gerombolan pengacau dan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi.

Siaran dari Wonosari itu membuat geram belanda. Satu batalyon langsung dikerahkan belanda ke Wonosari untuk mencari keberadaan PC2 pada 10 Maret 1949. Namun upaya itu gagal karena Boediardjo dan kawan-kawan telah memindahkan PC2 ke desa Brosot di Wates.

ditulis untuk Syuro PH LDK Sunan Kalijaga 21/22 Jum’at, 4 Maret 2022

No responses yet