Kebaikan yang Bertingkat
Saya percaya sepenuhnya, bahwa ada satu kebenaran mutlak di dunia ini dalam segala hal. Kebenaran jelas dan bukan satu hal yang relatif. Namun dalam proses menuju satu hal yang benar itu perlu ada proses dan tingkatannya. Atau saya memilih untuk menyebutnya sebagai “Kebaikan yang bertingkat” Contohnya,
Daripada mencemooh mereka yang menggunakan jilbab “bunuh diri” (yang mengikat leher), saya memilih untuk besyukur dan mengapresiasi mereka. Bagaimana tidak, mereka tetap bersedia berjilbab, apapun bentuknya, di tengah masyarakat yang belum semuanya berjilbab. Atau bahkan ditengah tekanan sosial dari orang di sekitar mereka.
Daripada mencemooh mereka yang shalat jamaah pakai kaos “Metallica” bergambar tengkorak di punggung, saya pilih bersyukur dan mengapresiasi mereka. Karena masih bersedia dan mau untuk sholat apapun keadaan mereka. Apapun gejolak dalam batin mereka.
Banyak contoh lain yang bisa kita temui di sekitar kita selain dua hal itu.
Karena menurut saya, baru sedikit sekali syariat Islam yang masuk ke telinga masyarakat. Dan lebih banyak syariat yang masih tersimpan di dalam buku/kitab dan ingatan para ulama atau ustadz yang belum tersalurkan dalam forum yasinan-tahlilan di kampung-kampung.
Pendapat saya yang demikian bukan berarti saya membenarkan otak-atik syariat seperti yang dilakukan para orientalis. Yang dalam bahasa lebih serius disebut “Dekonstruksi Syariah”. Namun saya rasa, kebenaran perlu disampaikan setahap demi setahap.
Karena memang dakwah adalah proses yang panjang. Sebuah pekerjaan mutli-generasi yang harus terus diwariskan.
Konsep-konsep ini saya tanam dalam hati dan akal saya dengan sebutan “Kebaikan yang bertingkat”.
Tulisan ini tentu tidak menggambarkan kebenaran seratus persen, ada banyak hal yang cacat dalam argumen saya. Dan jelas sekali pasti ini sudah pernah dan sering dibahas oleh cendikia muslim lain yang lebih kompeten.
Tapi saya menulis ini agar saya bisa mengingat diri saya suatu saat kelak. Agar di masa depan bisa berbicara dengan masa lalu saya melalui tulisan ini. Agar ketika saya sudah terlalu jauh pergi, tulisan ini bisa menjadi lentera penunjuk jalan kembali.
Ponorogo, 16 Agustus 2024